Menu

Mode Gelap
Walubi Gelar Bakti Sosial Pengobatan Gratis di Candi Borobudur Sambut Waisak 2025 Sudin Sosial Jakarta Barat Bongkar Surat Permintaan Kurban Palsu, Waspadai Penipuan Berkedok Amal Jakarta Bergetar! Gubernur Pramono Lantik 59 Pejabat, 4 Kepala Wilayah Baru Siap Tancap Gas CEO dan Founder One Global Capital Iwan Sunito Dukung Karya Jurnalistik Terbaik di Malam Anugerah MHT ke-51 PWI Jakarta Ketua PWI Pusat Zulmansyah Soroti Dampak Revisi UU Penyiaran dalam RDPU Komisi I DPR RI

Ekbis ยท 16 Apr 2022 23:33 WIB

Ali Zum Mashar : Butuh Revolusi Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Sistem Pertanian


 Ali Zum Mashar : Butuh Revolusi Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Sistem Pertanian Perbesar

Jakarta,Komunitastodays,-Indonesia menjadi bangsa dengan alam pertanian begitu potensial dengan sinar matahari dan oksigen yang luar biasa. Secara teoretis, Indonesia adalah lumbung sumber pangan dunia.

Yang dibutuhkan sekarang adalah kesempatan yang diberikan pemerintah untuk mengelola sumber daya agraris itu menjadi potensi ekonomi. Dengan itu, kita akan terbebas dari belenggu impor.

Hal ini disampaikan Ali Zum Mashar, Ketua Dewan Pakar MIO Banten dan Wakil Ketua Umum Masyarakat Petani dan Pertanian Organis Indonesia (Maporina) di Tangerang, Banten, Jumat (15/4/2022).

Menurut Ali, selama ini impor Indonesia tak lepas dari rekayasa dengan maksud mendapat fee. Tanpa impor pun, Indonesia mampu menyediakan kebutuhan pangannya.

Buktinya, selama dua tahun pandemi Indonesia bisa tak mengimpor beras dan tidak terjadi kelaparan. Harga beras juga murah. Kenapa kita tak impor kedelai juga?

Pengalaman saya selama 20 tahun menanam kedelai terbukti produksi kedelai kita lebih tinggi dari Amerika. Bahkan umur kedelai kita lebih pendek dari Amerika.

Di Amerika, petani butuh 6 bulan baru panen. Di Indonesia, kita hanya butuh 80 – 90 hari. Kita lebih cepat panen.

Di Indonesia, kita bisa memproduksi 4 ton kedelai per hektar, sementara di Amerika hanya bisa memproduksi 2,7 ton per hektar.

Ali Zum Mashar prihatin kenapa pemerintah memberi bantuan bibit yang tak bermutu. Pupuk pun mengandung parasit. Ini kontraproduktif bagi petani.

Preseden buruk ini kemudian “dijual” oleh importir dalam propaganda bahwa Indonesia tidak bisa memproduksi kedelai.

Bahkan ada akademisi yang bilang kedelai tidak cocok di Indonesia. Tentu saja ini penyesatan. Kemudian, kebijakan negara pun mengikuti wacana bahwa “kita tidak mampu menghasilkan kedelai”. Saya tanam kedelai yang tingginya bisa mencapai 4 meter. Adakah kedelai seperti itu di negara lain?

Pada 1992, Indonesia sudah surplus kedelai. Sekarang kebijakan pertanian pertanian kita gagal dalam mengelola komoditas yang sudah membudaya.

Pertanian kita dikebiri oleh kebijakan impor, dengan harga yang tidak menguntungkan, dan propaganda bahwa tempe kita tidak bisa menggunakan kedelai lokal. Ini propaganda tanpa dasar historis.

Saat ini Indonesia memiliki teknologi mikroba google (Migo) BIOP2000Z, yaitu teknologi organik hayati yang mampu membuat lompatan produksi berkali lipat dan berkelanjutan, dibandingkan cara pemupukkan kimia konvensional. Teknologi ini bisa membuat kedelai tingginya mencapai 3 – 4 meter, dengan produksi bisa mencapai 7 ton per hektar.

Kedelai menjadi sumber protein utama anak-anak di desa. Maka petani kedelai perlu dibantu dengan lahan, subsidi pupuk dan obat dari pemerintah. Bila harga kedelai bagus, petani tertarik menanam.

Pemerintah perlu mengubah pola pikirnya, tidak lagi berorientasi pada proyek, melainkan pada outcome dan kesejahteraan. Subsidi harus berupa teknologi. Bibit yang unggul dikawal teknologi, termasuk pengawasan pasca panen, dan sistem tata niaganya.

Harapan ke depan adalah perlu dilakukan revolusi birokrasi dalam penyelenggaraan sistem pertanian kita yang berpihak kepada kemandirian pangan, kedaulatan pangan dan pemuliaan petani.

Kita perlu mengubah model pertanian kita dari pertanian subsidi menuju pertanian enterprise, yaitu pertanian yang didukung secara industri agar menguntungkan, bernilai tambah, produktivitasnya bagus, dan terbuka akses pasarnya.

Generasi milenial merindukan pemerintah memberikan akses berkiprah mengelola sumber daya hasil panen, mulai dari lahan sampai pemasarannya. Jangan lagi pasar domestik kita dikuasai oleh importir. * (Rika)

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Yayasan Perempuan Bersinar Gelar Halal Bi Halal dan Talk Show Peringati Semangat Kartini

28 April 2025 - 17:04 WIB

Teknologi Pakaian Sehat Asal Jepang, Relive Wear Resmi Masuki Pasar Indonesia

17 April 2025 - 12:37 WIB

Ichiban Sushi Hadir di Medan dengan Menu Inovatif dan Desain Restoran Kekinian

22 March 2025 - 16:13 WIB

Meski Ancaman Global Menghantui, Menkeu Tetap Pede Ekonomi RI Tumbuh 5,2% di 2025

28 January 2025 - 20:20 WIB

Beauty & Wellness Talk: Inspirasi Kecantikan dan Gaya Hidup Sehat di Bandung

6 January 2025 - 17:38 WIB

OPENING CEREMONY SIAL INTERFOOD 2024

13 November 2024 - 12:11 WIB

Trending di Ekbis