Banten, Komunitastodays, – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025–2026 di Provinsi Banten kembali menuai polemik. Kali ini, sorotan publik tertuju pada SMAN 12 Kabupaten Tangerang yang diduga menerima siswa di luar sistem resmi dengan imbalan sejumlah uang.
Informasi tersebut pertama kali mencuat dari masyarakat yang mengaku mendengar adanya praktik penerimaan siswa secara tidak sah oleh oknum pengajar di SMAN 12. Salah satu warga, yang enggan disebutkan namanya, menyebutkan bahwa ada satu kelas di sekolah tersebut yang berisi hingga 38 siswa, melebihi batas ketentuan maksimal 36 siswa per kelas sebagaimana ditetapkan dalam regulasi PPDB.
Menanggapi isu tersebut, Plt Kepala Sekolah SMAN 12 Kabupaten Tangerang, Raden Tanjung Sekartiani Yulraida, dengan tegas membantah tudingan tersebut.
“Informasi mengenai adanya oknum pengajar di SMAN 12 yang membawa masuk siswa baru tanpa melalui jalur resmi adalah hoaks,” tegas Tanjung Sekartiani saat dikonfirmasi Team media pada Selasa (22/7/2025).
Ia menambahkan, pihak sekolah hanya bertindak sebagai pelaksana teknis dari sistem PPDB yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Kalau memang ada oknum di lingkungan SMAN 12 yang berani melakukan hal tersebut, saya tidak akan segan melaporkannya ke Dinas Pendidikan. Oknum tersebut akan dicopot dan Surat Keputusannya (SK) akan dibatalkan,” tambahnya.
Tanjung juga menegaskan komitmen sekolah dalam melaksanakan penerimaan siswa baru sesuai dengan aturan. Didampingi oleh Humas SMAN 12, Bambang, ia menyampaikan bahwa pihaknya sejak awal telah menandatangani fakta integritas untuk menjalankan PPDB dengan jujur dan transparan.
“Kami mengikuti aturan, satu kelas maksimal 36 siswa, dan itu sudah menjadi komitmen kami,” ujarnya.
Terkait beredarnya surat larangan penjualan seragam dan buku oleh sekolah yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten dengan nomor 400.3.1/8730-Dindikbud/2025 tanggal 14 Juli 2025, pihak sekolah juga menyatakan bahwa mereka mematuhi ketentuan tersebut.
“Kami tidak menjual seragam atau buku. Yang kami sediakan hanya atribut khas sekolah seperti kaos olahraga, batik, dan bed sekolah. Itu pun hanya sebagai referensi, bukan kewajiban membeli dari sekolah,” pungkas Tanjung Sekartiani.
Polemik ini menambah panjang daftar permasalahan PPDB di Banten yang kerap menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Pihak berwenang diharapkan dapat segera menelusuri kebenaran informasi yang beredar agar tidak menimbulkan spekulasi yang merugikan semua pihak. (Daniel)