Menu

Mode Gelap
Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana 26 April 2025, Warga DKI Jakarta Diimbau Lakukan Latihan Evakuasi Mandiri Breaking News: Paus Fransiskus Meninggal Dunia pada Senin, 21 April 2025 Doa Kebangsaan Umat Buddha Bersama Bhikkhu Thudong di Si Mian Fo PIK 2 Perjalanan Spiritual 38 Bhikkhu Thudong yang Penuh Makna dan Toleransi Kejari Jakarta Barat Resmikan Media Center untuk Wadah Sinergi Bersama Wartawan

Berita ยท 17 Dec 2024 16:06 WIB

Dugaan Penyimpangan di Proyek Gedung Satpol PP DKI: Waktu Terbuang dan Anggaran Tersia-Sia


 Dugaan Penyimpangan di Proyek Gedung Satpol PP DKI: Waktu Terbuang dan Anggaran Tersia-Sia Perbesar

Jakarta, Komunitastodays,- Proyek pembangunan Gedung Kantor Satpol PP DKI Jakarta yang dikerjakan oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Permukiman (CKTRP) kembali menjadi sorotan publik. Tidak hanya karena ketidaksesuaian dengan ketentuan yang ada, tetapi juga karena adanya dugaan pelanggaran yang bisa berpotensi merugikan negara. Sebuah proyek senilai Rp30,2 miliar ini, yang dilaksanakan oleh PT DJ, nampaknya mengalami berbagai masalah serius yang menuntut perhatian lebih dari semua pihak terkait.

Terlalu Banyak Adendum: Sebuah Indikasi Perencanaan yang Buruk?

Menurut akademisi dan pengamat kebijakan publik, Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., yang mengutip temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2023, proyek ini mengalami sejumlah ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku. Awy menegaskan bahwa adendum kontrak yang mencapai empat kali ini menunjukkan ketidakmampuan perencanaan yang matang sejak awal. Proyek yang seharusnya selesai lebih cepat, malah terhambat dan terus mengalami perpanjangan waktu.

“Justifikasi teknis yang digunakan untuk memperpanjang waktu pelaksanaan justru lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan administratif, bukan pada substansi yang seharusnya. Hal ini jelas menunjukkan perencanaan yang tidak cermat, dan lebih mengedepankan rutinitas daripada kebutuhan mendasar proyek,” ujar Awy kepada wartawan, Selasa (17/12/2024).

Proyek ini, yang dimulai pada 18 April 2023, semula direncanakan selesai lebih cepat. Namun, akibat perpanjangan waktu hingga 18 Mei 2024, progres pekerjaan pada 31 Desember 2023 baru mencapai 67,4%. Ironisnya, meskipun progres masih jauh dari harapan, pembayaran yang sudah dilakukan mencapai Rp18,8 miliar atau sekitar 62,3% dari nilai kontrak. Sebuah ketimpangan yang sangat memprihatinkan.

Melanggar Aturan: Ketidakpatuhan terhadap Regulasi yang Membahayakan Negara

Lebih jauh, Awy Eziary mengkritik bahwa pemberian kesempatan penyelesaian untuk ketiga kalinya jelas melanggar ketentuan dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK). Peraturan tersebut mengatur bahwa jika pada kesempatan kedua kontraktor gagal menyelesaikan pekerjaan, maka langkah pemutusan kontrak seharusnya diambil. Namun, bukannya diambil langkah tegas, proyek ini justru diperpanjang lagi.

“Ketidakpatuhan terhadap regulasi ini membuka celah bagi potensi kerugian negara yang lebih besar. Harus ada tindakan lebih tegas untuk menegakkan aturan dan menghindari pemborosan anggaran negara,” tambah Awy dengan tegas.

Sanksi Keterlambatan Tidak Dikenakan: Siapa yang Bertanggung Jawab?

Laporan BPK Perwakilan DKI Jakarta juga menyoroti temuan penting lainnya. Dalam adendum kontrak tersebut, tidak tercantumkan sanksi denda keterlambatan atau perpanjangan masa berlaku jaminan pelaksanaan. Akibatnya, denda keterlambatan yang seharusnya dikenakan kepada penyedia sebesar Rp1,4 miliar tidak dilakukan. Selain itu, jaminan pelaksanaan yang nilainya mencapai Rp1,9 miliar juga belum diterima oleh pihak berwenang. Ini jelas menunjukkan adanya kelalaian serius dalam pengelolaan proyek.

“Kelalaian seperti ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan ketidakseriusan pihak terkait dalam menuntut tanggung jawab dari kontraktor. Pemerintah harus memastikan kontraktor bertanggung jawab atas keterlambatan yang terjadi dan mencegah kerugian negara,” ujar Awy.

Tindak Lanjut yang Diharapkan: Perbaikan Pengelolaan Proyek Infrastruktur

Melihat berbagai permasalahan tersebut, Awy mengimbau agar pihak terkait, khususnya Dinas CKTRP dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), segera melakukan evaluasi dan perbaikan dalam mekanisme pengelolaan proyek. Pembangunan infrastruktur seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan pelayanan publik, bukan menjadi ajang penyimpangan yang merugikan negara dan masyarakat.

“Proyek ini harus menjadi pembelajaran agar ke depannya, pengelolaan proyek infrastruktur benar-benar transparan dan akuntabel. Proyek pemerintah jangan sampai menjadi celah penyimpangan yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ujar Awy menutup pembicaraan.

Harapan Besar untuk Pengawasan yang Ketat

Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bahwa pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pemerintah sangatlah penting. Jangan sampai lemahnya pengawasan justru menjadi pintu masuk bagi pemborosan anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.(*red)

Artikel ini telah dibaca 38 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Menteri Agama RI Dipastikan Hadiri Kremasi Murdaya PO di Borobudur

5 May 2025 - 10:31 WIB

Kantor Advokat Riko Ginting Resmi Dibuka, Hadirkan Layanan Hukum Profesional di Jakarta Barat

5 May 2025 - 09:01 WIB

Warga Jalan Family Kembangan Selatan Apresiasi Pengaspalan Jalan yang di Dukung Pihak DPRD DKI Jakarta

2 May 2025 - 21:46 WIB

Pemprov DKI Jakarta Gelar Aktualisasi Nilai-nilai Paskah 2025: Rayakan Damai Kristus dalam Keluarga

1 May 2025 - 18:35 WIB

MUI DKI Jakarta Gelar Festival Seni dan Budaya Islam, Angkat Kearifan Lokal Betawi

1 May 2025 - 12:50 WIB

Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto Naik Mikrotrans Menuju Kantor pada Rabu Pertama ASN Pemprov DKI Wajib Gunakan Transportasi Umum

30 April 2025 - 18:53 WIB

Trending di Berita