Yogyakarta, Komunitastodays.co,– Pemerintah Kota Yogyakarta tengah mempersiapkan diri menjadi tuan rumah pelaksanaan Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) tahun 2025 yang akan berlangsung pada 5-9 Agustus mendatang. Acara ini diharapkan menjadi momentum penting untuk menegaskan komitmen Kota Yogyakarta dalam melestarikan warisan budaya sekaligus mendorong produktivitas dan kesejahteraan masyarakat melalui nilai-nilai luhur bangsa.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa JKPI bukan hanya sekadar ajang pengkajian warisan budaya, tetapi harus mampu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat.
“Berbudaya itu harus bisa mensejahterakan. Jadi pelestarian budaya harus punya nilai produktivitas. Harapan kami, kegiatan JKPI di Yogyakarta menjadi momentum baru untuk mengemas budaya dan nilai historis dengan pendekatan yang lebih produktif,” ujarnya saat memberikan arahan dalam Jumpa Pers JKPI, Senin (28/7/2025) di Ruang Yudhistira Balaikota Yogyakarta.
Hasto juga menyoroti pentingnya diversifikasi destinasi wisata budaya di Yogyakarta. Selama ini, fokus wisata budaya terpusat pada ikon seperti Malioboro dan Candi Prambanan. Namun, destinasi baru seperti Embung Giwangan diharapkan menjadi contoh pengembangan wisata berbasis budaya yang inklusif dan melibatkan masyarakat luas.
“Kita harus mengembangkan kreativitas destinasi, bukan hanya destinasi fisiknya. Kita bisa dorong spot tourism, medical tourism, bahkan kegiatan budaya yang menyatu dengan kehidupan masyarakat. JKPI ke depan harus bisa memfasilitasi hal itu,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif JKPI, Nanang Asfarinal, menyampaikan bahwa saat ini anggota JKPI telah mencapai 75 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Kabupaten pun dapat bergabung, asalkan memiliki sejarah sebagai bekas ibu kota kerajaan atau kesultanan. Nanang menambahkan, pemilihan Yogyakarta sebagai tuan rumah hasil voting pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) JKPI di Semarang dua tahun lalu. “Jogja dipilih karena kesiapan dan statusnya sebagai ibu kota budaya. Ini merupakan pengakuan yang wajar, mengingat Kota Yogyakarta baru saja ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO seperti halnya Kota Sawahlunto,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, mengungkapkan bahwa sejauh ini sudah ada 53 daerah yang mengkonfirmasi kehadiran, ditambah 6 daerah peninjau yang berencana bergabung sebagai anggota JKPI. “Total ada 59 kota dan kabupaten yang akan hadir dalam kegiatan JKPI 2025 di Yogyakarta,” jelas Yetti.
Rangkaian kegiatan JKPI diawali dengan Festival Sastra Yogyakarta yang berlangsung pada 30 Juli hingga 4 Agustus 2025. Kegiatan utama JKPI sendiri akan dimulai pada 5 Agustus dengan pembukaan yang meliputi welcome dinner, Rapat Kerja Nasional, dan Seminar Nasional.
Selain itu, peserta JKPI dapat menikmati berbagai acara interaksi budaya seperti Pasar Malam Indonesia yang menghadirkan booth UMKM, panggung budaya, serta pertunjukan dari delegasi dan warga lokal. Pada hari berikutnya, Indonesia Street Performance digelar sepanjang Jalan Malioboro, melibatkan sekitar 2.000 peserta dari 30 anggota JKPI.
Agenda lainnya mencakup fun bike dan city tour untuk kepala daerah dan delegasi, serta Ladies Program dan Masterclass yang khusus untuk istri kepala daerah. Program ini menawarkan kegiatan budaya dan inspiratif khas Yogyakarta, termasuk pembelajaran tematik melalui sesi Benchmarking Budaya, Karawitan, dan layang-layang tradisional yang menambah kemeriahan acara.
Yetti menjelaskan, salah satu fokus utama Rakernas XI adalah menentukan arah JKPI ke depan, termasuk pengesahan anggota tetap, evaluasi anggota peninjau, dan penetapan tuan rumah kegiatan dua tahun berikutnya. “Harapannya, Rakernas JKPI 2025 membawa manfaat luas, tidak hanya bagi organisasi, tetapi juga bagi masyarakat Kota Yogyakarta. Kegiatan ini memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya pelestarian budaya lokal melalui berbagai pertunjukan seni, diskusi budaya, dan partisipasi publik,” pungkasnya.
Dengan persiapan matang dan semangat gotong royong, Kota Yogyakarta siap menyambut JKPI 2025 sebagai perhelatan budaya nasional yang produktif dan bermakna.(RK)