Jakarta, Komunitastodays,- Masyarakat Batak Toba dikenal dengan sistem kekerabatan yang sangat erat, yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sosial mereka. Sistem ini mengikat mereka dalam satu kesatuan sosial, budaya, dan etika fungsional yang berjalan dalam keseharian. Di balik sistem ini, terdapat suatu filosofi kehidupan yang sangat penting dan dipelihara hingga kini, yaitu Dalihan Na Tolu.
Edward Nainggolan, Msc. Minggu (15/3/25) mengatakan bahwa Dalihan Na Tolu, yang secara harfiah berarti “tungku yang berkaki tiga,” adalah sebuah prinsip keseimbangan yang memegang teguh nilai anti-diskriminasi dan menolak stratifikasi sosial yang bersifat hierarkis. Filosofi ini bertujuan untuk menciptakan keseimbangan hidup yang melibatkan tiga elemen kekerabatan yang saling terkait, yaitu somba marhulahula, elek marboru, dan manat mardongan tubu.
“Somba Marhulahula โ Hulahula merujuk pada marga pemberi istri, yang posisinya sangat dihormati. Dalam hal ini, nilai somba bukan hanya berarti penghormatan, tetapi juga kemuliaan. Sikap somba terhadap hulahula mencerminkan pentingnya menjaga kehormatan dan rasa hormat dalam kekerabatan,” ujar Edward
Elek Marboru โ Boru adalah marga penerima istri, yang dalam tradisi Batak Toba diberi kasih sayang dan kelembutan. Sikap elek yang diusung oleh masyarakat Batak Toba berarti sikap sabar, penuh kasih, dan tidak kasar dalam memperlakukan anak perempuan atau boru.
Manat Mardongan Tubu โ Dongan tubu merujuk pada teman semarga, yang dalam pandangan orang Batak Toba berarti kesetaraan dan persaudaraan. Sikap manat adalah kehati-hatian dalam bersikap agar hubungan antar sesama tidak terpecah belah dan menghindari kesalahpahaman.
Filosofi Dalihan Na Tolu ini mengajarkan bahwa setiap marga dalam masyarakat Batak Toba, meskipun memiliki peran yang berbeda dalam berbagai hubungan sosial, tetap memiliki posisi yang setara dan saling menghormati. Misalnya, sebuah marga yang menjadi hulahula di satu hubungan, dalam konteks lain bisa menjadi boru atau bahkan dongan tubu. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya keseimbangan dan kesetaraan dalam setiap relasi.
Dalihan Na Tolu tidak hanya berfungsi dalam kehidupan sosial, tetapi juga dalam prosesi adat, etika pergaulan, dan pola komunikasi sehari-hari. Dengan memegang prinsip ini, setiap individu dalam masyarakat Batak Toba diingatkan untuk selalu menjaga posisi masing-masing dengan kesadaran penuh, sehingga solidaritas dan empati tetap terjalin dengan kuat.
Oleh karena itu, menjaga dan melestarikan Dalihan Na Tolu adalah kewajiban setiap generasi. Nilai-nilai yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu akan terus menguatkan ikatan kekerabatan, menciptakan keharmonisan sejati dalam kehidupan, dan memperkokoh solidaritas antar sesama. Dengan demikian, filosofi ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan juga pilar penting yang terus mempertahankan kekuatan dan kesatuan masyarakat Batak Toba, tutupnya. (RK)